Marriage is Scary dalam Psikologi dan Agama

September 12, 2024 by DigMed

Sejak bulan agustus hingga saat ini, istilah “marriage is scary” menjadi viral dan menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial di Indonesia, seperti Twitter dan TikTok. 

Istilah ini, yang dalam bahasa Indonesia berarti "pernikahan itu menakutkan," mulai populer melalui unggahan beberapa akun yang mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap dinamika pernikahan.

Topik ini kemudian menjadi bahasan perdebatan warganet dan memunculkan banyak twitwar seiring maraknya pemberitaan tentang kasus perselingkuhan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan publik figur dan influencer.

Di TikTok, fenomena ini turut menyebar dengan banyaknya konten video yang berisi curhatan tentang ketakutan terhadap komitmen dalam pernikahan.

Mayoritas keluhan diyakini datang dari kaum perempuan, namun banyak juga pria yang menyuarakan kekhawatiran serupa. Beberapa masalah yang sering diangkat mencakup perselingkuhan, patriarki, hingga hubungan yang tidak sehat dengan keluarga mertua.

Tidak sedikit pula warganet yang memberikan argumen tandingan, menyatakan bahwa pernikahan tidak seburuk itu. Fenomena marriage is scary ini memicu perdebatan luas mengenai komitmen jangka panjang dalam hubungan pernikahan.

Lantas, mengapa fenomena takut menikah ini terjadi? Dan bagaimana kita menyikapi tren ini?

Ketakutan terhadap Menikah, Wajarkah?


Menurut Ghozali, pakar psikologi UMSIDA, ketakutan terhadap pernikahan itu adalah hal yang wajar karena kehidupan pernikahan bukanlah kehidupan yang mudah serta adanya ketidakpastian dari masa depan pernikahan itu sendiri.

Kehidupan pernikahan sangat kompleks, penuh dengan tantangan yang harus dihadapi bersama, dan membutuhkan kedewasaan agar bisa bertahan lama. Jika kita melihat dunia nyata, kita tidak bisa menyangkal bahwa banyak pernikahan yang berakhir karena berbagai alasan, seperti faktor ekonomi dan kesetiaan. 

Seseorang yang memahami pernikahan bukanlah hal yang bisa dianggap enteng, dan malah mengubah rasa takutnya menjadi motivasi untuk mempersiapkan diri secara fisik dan mental, maka ketakutan terhadap pernikahan justru dapat membawa makna positif.

Namun jika ketakutan ini sampai mempengaruhi kondisi kesehatan dan mental seseorang, maka disinilah ketakutan tersebut tidak wajar. Kondisi ini bisa jadi adalah gamophobia atau gamofobia.

Ketakutan terhadap Menikah adalah Penyakit?


Gamofobia adalah ketakutan yang berlebihan untuk menjalin komitmen dan menikah akibat trauma akan kegagalan hubungan masa lalu atau pengalaman masa kecil, seperti perceraian orang tua dan KDRT.

Sebagai salah satu dari fobia, gamofobia juga memiliki gejala psikis seperti:

  • Cemas berlebihan ketika memikirkan komitmen
  • Cenderung menghindari pembicaraan mengenai pernikahan
  • Tertekan ketika menjalin hubungan
  • Menghindari hubungan yang serius

Gamofobia juga memiliki gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, sesak nafas, nyeri dada, pusing hingga mual. Pada tahap ini, penderita gamofobia memerlukan penanganan serius dari praktisi kesehatan.

Apakah tren marriage is scary ini berhubungan atau bahkan termasuk dengan gamofobia? Bisa saja, namun ketakutan terhadap pernikahan tidak selalu berarti seseorang mengalami gamofobia.

Tren marriage is scary juga bisa menunjukkan banyak hal. Salah satunya adalah aspek dinamika pernikahan dan isu-isu sosial di dalamnya, yang membantu kita lebih sadar dan mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam membangun hubungan yang mengarah pada pernikahan.

Faktor Penyebab Ketakutan terhadap Menikah


Mengapa seseorang takut terhadap pernikahan, berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya:

  • Pengalaman atau Trauma Masa Lalu

Seseorang yang pernah melihat atau mengalami sendiri pernikahan yang tidak sehat, seperti perceraian orang tua, KDRT, atau perselingkuhan, mungkin merasa trauma dan takut untuk memasuki komitmen jangka panjang.

  • Tekanan Sosial dan Budaya

Di beberapa budaya, termasuk di Indonesia, tekanan untuk menikah pada usia tertentu sering kali menimbulkan kecemasan bagi individu yang belum siap. Ditambah lagi dengan harapan masyarakat yang kerap menempatkan peran gender secara ketat dalam pernikahan, seperti patriarki, yang membuat banyak orang merasa terjebak dalam peran yang tidak mereka inginkan.

  • Krisis Identitas

Ketakutan ini juga dapat muncul dari perasaan kehilangan identitas diri setelah menikah. Banyak orang merasa bahwa pernikahan akan mengubah siapa mereka, memaksa mereka menyesuaikan diri dengan harapan pasangan, keluarga, atau masyarakat, sehingga kehilangan kebebasan pribadi.

  • Kekhawatiran Finansial

Aspek keuangan seringkali menjadi faktor yang menakutkan dalam pernikahan. Banyak pasangan merasa cemas tentang bagaimana mereka akan mengelola keuangan bersama, terutama jika ada ketimpangan pendapatan, utang, atau ekspektasi finansial yang berbeda.

Agama dalam Menyikapi Fenomena Marriage is Scary


Dalam Islam, pernikahan merupakan sesuatu yang wajib dan dianjurkan, karena pernikahan merupakan perwujudan ibadah bagi umat muslim. Buya Yahya, salah satu ulama besar di Indonesia, dalam salah satu ceramahnya pernah menyatakan menikahlah supaya membatasi diri dari keharaman.

Lalu bagaimana dengan mereka yang belum siap atau bahkan takut untuk menikah? Islam sangat permisif dengan mereka yang mengalami trauma dalam pernikahan. Allah berfirman:

Dan biarkan mereka yang belum mendapatkan (kesanggupan untuk) menikah, tetap melajang, sampai Allah memperkaya mereka dengan kurnia-Nya.” (QS. An-Nur : 33).

Oleh karena itu, Islam tidak menuntut umatnya agar menikah secepatnya, namun menikah ketika siap dan mampu, baik secara materi maupun psikis, namun tetap harus menjaga kesuciannya.

Sementara dalam agama Kristen, pernikahan adalah perjanjian suci yang dibentuk oleh Tuhan, di mana dua individu bersatu menjadi satu tubuh dalam cinta kasih dan komitmen seumur hidup.

Kristen sangat mem-value tinggi pernikahan, dalam Alkitab dinyatakan bahwa:

"Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Matius 19:6).

Untuk mereka yang memiliki ketakutan terhadap pernikahan, Kristen justru mendorong umatnya agar jangan takut terhadap komitmen dalam pernikahan karena dengan iman kepada Tuhan dan hidup dalam kasih, umat kristiani akan dapat mengatasi berbagai tantangan.


Demikian uraian lengkap mengenai marriage is scary dalam perspektif psikologi dan agama. Ketakutan terhadap pernikahan, baik yang dipicu oleh pengalaman pribadi, tekanan sosial, maupun pandangan agama, adalah hal yang wajar.

Namun, penting untuk diingat bahwa pernikahan adalah perjalanan bersama yang penuh tantangan, tetapi juga peluang untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu dan pasangan.

Rekomendasi Artikel

Micro Wedding dan Intimate Wedding, Apa Bedanya?

September 28, 2024 by DigMed

Micro Wedding dan Intimate Wedding, Apa Bedanya?
Viral Istilah Lavender Marriage, Begini Penjelasannya

September 21, 2024 by DigMed

Viral Istilah Lavender Marriage, Begini Penjelasannya
100 Contoh Ucapan Selamat Pernikahan dari yang Formal hingga Santai

September 17, 2024 by DigMed

100 Contoh Ucapan Selamat Pernikahan dari yang Formal hingga Santai